Setelah Koma yang
kualami, semua berubah 180 derajat, tak seimbang dengan apa yang kualami sebelum
ini, tabrakan maut itu merenggut semua yang kumiliki, anak, istri, dan harta,
aku tak perdaya dibuat oleh kuasa tuhan, demi yang lalu aku merasa berdosa,
orang-orang yang kutipu, orang orang yang kukuras, dan janji yang sudah kuingkari.
Hasil Rontgen dari
pihak rumah sakit, kepalaku terbentuk keras pada Dashboard mobil, sehinnga
batok kepalaku retak, aku harus mengalami tak sadarkan diri selama 3 bulan
penuh, disana yang kualami adalah pengalaman mendekati mati, suara suara masa
lalu, merintih tangis istriku, anakku yang gontai tak mengerti, dan gambaran
gambaran akhirat, aku tak tahu apa itu artinya, semua terasa hening, sepi, dan
seketika aku menyadari segalanya yang ada padaku.
Ada sesuatu yang kuingat
saat masih menjabat di Kantor Bupati, ada banyak yang menghinaku sangat keras,
menyudutkanku masalah korupsi hingga pecat dari jabatan. Aku merasa tak peduli
saat itu, para polisi dan petugas keamanan huru hara menjaga ketat di depan
gerbang masuk, para pendemo memintaku untuk turun dari jabatan Bupati, karena
ricuh adanya Anggaran Daerah yang disikat oleh kami. Apa benar bukti yang
mereka adili kepada kami ?
Tahun 2001, aku
terpilih menjadi Bupati dengan politik uang, menghipnotis para masyarakat agar
memilih kami, pihak kami datang ke desa desa menjanjikan kesejahteraan dengan
uang muka secara rahasia, kami merekrut orang orang yang sepemikiran untuk
menjalankan tugas ini, mudah mencari orang orang yang merelakan apapun demi
uang di negeri ini dalam status atapun, gejolak kami saat itu membara, rasa
optimis akan menang tak lagi bimbang.
Aku tahu apa yang aku
kerjakan selama ini, aku sadar betul seorang Ayah yang ingin membahagiakan
Istri dan anak-anaknya, perlu mati matian membanting tulang membangun dari
fondasi bawah sampai atas, cara yang kukerjakan mungkin perlu jalan pintas agar
kemakmuran cepat selesai, aku sadar betul, aku bermain main dengan amanat dan
konstitusi, sekejap semua itu tergantikan oleh ambisi untuk merauk keuntungan
besar, keuntungan pribadi dan tim, hingga kujalankan semua pekerjaan menjadi
Bupati secara “benar” .
Wakilku adalah salah satu
pemikir untuk hal curi mencuri uang rakyat, bekerjasama mengangkat nama satu
dan yang lainnya demi duduk disini, tidak mudah untuk seseorang duduk disini,
pertarungan jiwa dan materi telah berlangsung selama ini. Gedung ini
meyakinkanku bahwa semua yang kukerjakan tak akan sia sia, jika sampai aku
habis masa jabatan, kekayaan akan terus mengaliri kami.
Teori itu benar benar
terjadi namun sesekali ada yang beruntung ada yang tidak beruntung, berakhirnya
di penjara. Penjara satu satunya tempat paling menakutkan di dunia ini, tak
kalah dengan rumah hantu berisi 1000 jin jahat, penjara adalah nereka kehidupan
di dunia, “itu logis”.
Mengingat kembali
kejadian tersebut, akan mengungkap lirih kecelakaan tersebut, masyarakat yang
datang memaksa masik ke kantor untuk menghakimi kami, membuatku memutuskan untuk
menghidari dengan menyulinap keluar lewat pintu belakang, ajudanku membawa kami
menuju mobil dinas untuk mengamankan kami.
Di perjalanan nasib
kami tidak beruntung, mobil yang melaju kencang tidak menyadari bahwa lampu
merah menyala, mobil terus melaju karena orang orang yang mengatas namakan “peduli
rakyat kecil” sudah ingin mengeroyoki kami, akhirnya tabrakan tidak bisa
dicegah, hingga truk pembawa pasir itu menabrak sisi kanan mobil kami,
terombang ambih lah kami disana seperti kapal yang terserang badai, dan pasir
pun bertaburan di jalan karena guncangan, pasir itu ibarat ingin mengubur kami disini.
Kabar terdengar hingga kerumah
kami, istri Bupati beserta istri Wakil Bupati pingsan ditempat masing masing
sebab terkejut medengar. Sirene ambulance terdengar lantang di jalan raya
menuju rumah sakit, aku sempat berbicara kepada petugas medis yang membawaku,
“bilang pada rakyat yang berdemo “maafkan kami”, kata kata itu terakhir yang
kuucap dengan sadar, setelah itu aku berbicara dengan seseorang yang tak
kukenal dengan sekeliling gambaran gambaran masa lalu.
Nasib wakil bupati
tidak beruntung, beliau meninggal di tempat karena pendarahan yang begitu
banyak, ajudan yang ikut mengalami patah tulang, supir mobil yang kami tumpangi
tewas juga. Kejadian siang itu disaksikan para warga pendemo juga, entah apa
yang mereka pikirkan.
Media setempat memberitakan
kami, kecelakaan kami jadi rubrik terdepan, dan laba harian berbagai harian
umum melonjak drastis karena berita kecelakaan kami, makian makian kepada kami
terlontar di surat kabar, di berbagai penggalan berita, kecelakaaan ini satu
satunya yang bukan berita duka, tetapi seperti kabar gembira bagi para pembaca.
Perombakan
kepemerintahan sedang berlangsung, Bupati dan Wakil Bupati sedang diseleksi,
warga setempat berantusias memilih calon yang jujur dan anti korupsi,
bagaimanapun era sekarang ingin sekali memperbaiki pemerintahan, tidak adanya kecolongan
kecolongan agar tidak adanya pemimpin yang hanya memikirkan diri sendiri,
pemimpin adalah yang punya hati nurani, yang peduli masyarakat, yang peduli sama
perkembangan daerah, dan lagi “nggak rakus” begitu teriakan beberapa warga.
Hari demi hari Bupati
dan Wakil Bupati sebelumnya terlupakan oleh warga, semua mengamati kepemimpinan
yang baru, ternyata yang baru jauh lebih baik dari kami. Bupati sebelumnya
ternyata bersalah dengan adanya bukti dan oknum oknum yang tertangkap basah
membantu. Pihak kepolisian belum bisa menahan Bupati, karena saat itu masih
keadaan koma, apalagi Wakil Bupati, beliau sudah dimakan cacing.
Semua kekayaan kami
disita oleh pemerintahan, kala itu Istriku tak sanggup menahan derita itu, dia
membawa anak anaknya pergi kerumah orangtuanya, disana lebih baik lagi pula dia
tidak punya apa apa lagi, tempat berteduh pun tidak ada, dia bisa melupakan
semua hal terjadi di rumah orang tuanya. Istriku yang malang mungkin tak kuasa
mencurahkan emosi, karena semua ini terjadi karena ulah seorang suami yang
serakah. Tidak ada pertimbangan kadang kadang dia melampiaskan emosinya pada
anak anakku, ibunya yang selau meredam saat sedang kesetanan, Apalagi ditambah
hujatan warga pun tak bisa dia elakan, kadang malam hari dia menagis karena
mengingat ingat.
Setelah pulih dari koma
aku dijemput kepolisian yang ingin memasukan ke kandang, kandang penjara yang
bau semerawut. Aku tidak mungkin diadili di pengadilan, aku akan dibakar hidup
hidup jika terlihat ke publik. Penjara tempatku selanjutnya, tidak ada yang
lebih baik selama berbuat dosa.
Penjara adalah
pembalasan berarti bagiku, disana aku temukan beberapa penerimaan yang tidak
enak, tak mampu kuungkapkan, aku hanya memaksa diri untuk kerasan tinggal
disini, begitu juga yang lain, kasus kasus bervariasi berkumpul semua di
penjara ini, tidak ada kehormatan, tidak hak, meskipun meronta, petugas seperti
malaikat pencabut nyawa, tak ada belas kasihan bagi kami, jika begini aku ingin
sekali kembali koma.
Di penjara kerjaanku
hanya menulis surat untuk istriku setiap hari, meminta kertas dan pulpen kepada
pihak penjara, untungnya ada toleransi, kutulis semua yang kurasakan setiap
hari, kutulis begitu saja, rasa rindu, rasa benci, rasa berdosa, ironi sekali
bercampur saat menulis.
Aku tak bisa mengharapkan
semua surat terkirim, hanya saja harapan bisa langsung diterima tangan istriku
yang lembut, semoga pihak penjara memiliki hati nurani bagi diriku yang telah
merugikan semuanya, sambil mengingat anak anakku yang masih lugu, mereka korban
korban kekuasaan yang majemuk, rasa sesal tak bisa lagi kuhilangkan, sebagai
seorang ayah yang melindungi semua keluarganya tak lagi aku lakukan.
Kepermintahan yang baru
disanjung sanjung oleh masyarakat, menemukan tokoh kepemimpinan yang bersih,
adil, dan peduli daerahnya, dari bukti di lapangannya dan segala aspek yang ada
memang berkembang secara pesat, kinerja pemimpin yang baru bisa dikatakan sukses,
adanya kabar bahwa Bupati yang baru akan maju dalam sebagai Gubernur tahun
depan diangkat ke publik secara panas, menjadi topik pembicaraan yang tinggi.
Para warga banyak yang mendukung kabar tersebut, semoga Provinsi tersebut menjadi
lebih baik merata sampai ke sudut sudut daerah, layaklah Bupati yang baru
tersebut maju ke jenjang lebih tinggi.
Dalam sambutan Bupati
yang baru saat saat acara ulang tahun Kabupaten, Bupati menyunjung tinggi
pemerintahan yang bersih dan peduli masyarakat, lagi lagi masyarakat bersorak,
“hidup Pak Bupati”, ada juga yang meminta air dan makanan, sambutan Bupati
seperti Euforia bersama gabungan suara rakyat yang hadir. tak lagi ada kalut
didalam hati para warga semua antusias memilih lagi jika Bupati ini mencalonkan
lagi periode akan datang. Optimis datang di berbagai pihak, tak ada lagi
pemimpin yang curang dan maruk. Kabupaten menjadi berkembang tak kalah dengan
lainnya. “hidup Pak Bupati”
Tak satupun yang
menjengukku dipenjara, melihat keadaanku disini, besar hasrat ingin bercerita
berbagi keluh kesah dengna sanak saudara, setiap pagi, siang , dan malam
ibadahku dibuat lebih baik lagi, lantunan doa yang hening bergumam dimulutku,
tak ada yang mendengar doaku hanya aku yang mengerti, aku memerlukan tuhan saat
ini, dengan kuasanya pasti semua bisa berubah, mana mungkin dengan secepat itu,
penebusan dosa perlu untuk mendapat hidayah, aku tak kuasa merasakannya, sulit
bagiku menerimanya, pikiranku rumit, aku tak tahu apa yang terjadi, keputusan
belum final.
Di pengadilan akhirnya
aku diadili, disodorkan bukti bukti kelam ketika aku menjabat, para saksi duduk
terpaku dengan wajah pucat pasi, dari sudut dibelakang terlihat Ayahku dan Ibuku
yang sudah renta tak tahan menahan air mata, disampingnya ada Istriku tercinta
beserta anak anakku.
Setelah lama proses pengadilan,
kunjunglah keputusan hakim diketuk, seumur hiduplah aku dipenjara, wajahku yang
pasrah dan kepalan tanganku yang kuat sebagai saksi lain saat itu, tak berdaya
duduk menghadap meja keadilan, Keluarga mulai menguncurkan air mata dengan
deras, beberapa Wartawan meminta pernyataan kepada Keluarga, ada yang memotret
suasana pengadilan dengan Focus Utama Diriku dan Keluargaku.
Usai dengan keputusan
tersebut aku dibawa petugas kembali ke penjara, dan Keluargaku pulang ke rumah
masing masing, tak henti wartawan meminta pernyataan keluarga sampai ke lahan
parkir.
Sampai kembali ke penjara
wajahku semakin suram, duduk tersudut bersampingan dengan sebuah tembok, aku
sempat menatap, saat keras dengan coretan acak, sempat berbicara dengan bahasa
ketakutan, tak sampai hati mengambil jalan pintas yang ada di kepalaku.
Istriku akhirnya
mendapatkan beberapa surat dariku dipenjara, istriku sebenarnya enggan membuka
surat tersebut, karena akan menimbulkan rasa sedih sekaligus rasa benci yang
memuncak, setelah pertimbangan yang memakan beberapa detik akhirnya istriku
membaca suratku.
Isi suratku begini :
Untuk Maya Istriku
tercinta beserta anak anakku
Aku tak tahu apa yang
harus kutulis, semua ini salahku dan aku sadar harus menerimanya walaupun ini
sangat pahit dan berat. Dalam surat ini aku hanya meminta maaf kepada kamu dan
lainnya walaupun kesalahannku sangat besar hingga berhasil membuat keluarga
hancur berantakan.
Kamu harus tahu, aku
sudah merasakan penyiksaan yang amat besar di penjara, kalau aku mengambil
jalan pintas, janganlah kau sesali dan tangisi itu, kamu bebas mencari kehidupan
baru lagi, aku sudah tidak berguna.
Aku menulis surat ini
beberapa kali dengan isi yang sama dengan kata yang sama pula, aku tak tahu
lagi harus mengatakan apa.
Periode selanjutnya
Bupati yang sebelumnya sukses lagi memimpin Kabupaten kami, dengan desakan
permintaan dari banyak pihak, beliau tidak mencalonkan menjadi Gubernur, dan
sukses menata Kabupatennya lagi.
Jatinangor, Jawa Barat